Laporan KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER
di RUANG jantung RSUD DR. SOETOMO
Periode Tanggal 27 Mei 2002 S/D 31 MEI 2002
DI SUSUN
OLEH :
Subhan
NIM 010030170 b
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
PROGRAM STUdI S.1 ILMU KEPERAWATAN
2002
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT JANTUNG KORONER
A.
Pengertian.
Penyakit jantung koroner/ penyakit
arteri koroner (penyakit jantung artherostrofik) merupakan suatu manifestasi
khusus dan arterosclerosis pada arteri koroner. Plaque terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak
jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi
secara permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau
penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus
yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium.
Kegagalan sirkulasi kolateral
untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya
penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena obstruksi tidak
permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard
infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993.
B.
Resiko dan
insidensi
Penyakit arteri koronaria
merupakan masalah kesehatan yang paling lazim dan merupakan penyebab utama
kematian di USA .
Walaupun data epidemiologi menunjukan perubahan resiko dan angka kematian
penyakit ini tetap merupakan tantangan bagi tenaga kesehatan untuk mengadakan
upaya pencegahan dan penanganan. Penyakit jantung iskemik banyak di alami oleh
individu berusia yang berusia 40-70 tahun dengan angka kematian 20 %. (Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).
Faktor resiko yang berkaitan
dengan penyakit jantung koroner dapat di golongkan secara logis sebagai
berikut:
1.
Sifat pribadi Aterogenik.
Sifat aterogenik mencakup lipid darah, tekanan
darah dan diabetes melitus. Faktor ini bersama-sama berperan besar dalam
menentuak kecepatan artero- genensis (Kaplan & Stamler, 1991).
2.
Kebiasaan hidup atau faktor lingkungan yang tak di
tentukan semaunya.
Gaya hidup yang mempredisposisi individu ke
penyakit jantung koroner adalah diet yang terlalu kaya dengan kalori, lemak
jenuh, kolesterol, garam serta oleh kelambanan fisik, penambahan berat badan
yang tak terkendalikan, merokok sigaret dan penyalah gunaan alkohol (Kaplan
& Stamler, 1991).
3.
Faktor resiko kecil dan lainnya.
Karena faktor
resiko yang di tetapkan akhir-akhir ini tidak tampak menjelaskan keseluruhan
perbedaan dalam kematian karena penyakit jantung koroner, maka ada kecurigaan
ada faktor resiko utama yang tak diketahui bernar-benar ada.
Berbagai faktor
resiko yang ada antara lain kontrasepsi oral, kerentanan hospes, umur dan jenis
kelamin (Kaplan & Stamler, 1991).
C.
Patofisiologi
Penyakit jantung koroner dan
micardiail infark merupakan respons iskemik dari miokardium yang di sebabkan
oleh penyempitan arteri koronaria secara permanen atau tidak permanen. Oksigen
di perlukan oleh sel-sel miokardial, untuk metabolisme aerob di mana Adenosine
Triphospate di bebaskan untuk energi jantung pada saat istirahat membutuhakn 70
% oksigen. Banyaknya oksigen yang di perlukan untuk kerja jantung di sebut
sebagai Myocardial Oxygen Cunsumption (MVO2), yang dinyatakan oleh
percepatan jantung, kontraksi miocardial dan tekanan pada dinding jantung.
Jantung yang normal dapat dengan
mudah menyesuaikan terhadap peningkatan tuntutan tekanan oksigen dangan
menambah percepatan dan kontraksi untuk menekan volume darah ke sekat-sekat
jantung. Pada jantung yang mengalami obstruksi aliran darah miocardial, suplai
darah tidak dapat mencukupi terhadap tuntutan yang terjadi. Keadaan adanya
obstruksi letal maupun sebagian dapat menyebabkan anoksia dan suatu kondisi
menyerupai glikolisis aerobic berupaya memenuhi kebutuhan oksigen.
Penimbunan asam laktat merupakan
akibat dari glikolisis aerobik yang dapat sebagai predisposisi terjadinya
disritmia dan kegagalan jantung. Hipokromia dan asidosis laktat mengganggu
fungsi ventrikel. Kekuatan kontraksi menurun, gerakan dinding segmen iskemik
menjadi hipokinetik.
Kegagalan ventrikel kiri
menyebabkan penurunan stroke volume, pengurangan cardiac out put, peningkatan
ventrikel kiri pada saat tekanan akhir diastole dan tekanan desakan pada arteri
pulmonalis serta tanda-tanda kegagalan jantung.
Kelanjutan dan iskemia tergantung
pada obstruksi pada arteri koronaria (permanen atau semntara), lokasi serta
ukurannya. Tiga menifestasi dari iskemi miocardial adalah angina pectoris,
penyempitan arteri koronarius sementara, preinfarksi angina, dan miocardial
infark atau obstruksi permanen pada arteri koronari (Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Dep.kes, 1993).
D.
Mekanisme
hipertensi meningkatkan resiko
Bila kebanyakan pembacaan tekanan
diastole tetap pada atau di atas 90 mmHg setelah 6-12 bulan tanpa terapi obat,
maka orang itu di anggap hipertensi dan resiko tambahan bagi penyakit jantung
koroner.
Secara sederhana di katakan
peningkatan tekanan darh mempercepat arterosklerosis dan arteriosklerosis
sehinggan ruptur dan oklusi vaskuler terjadi sekitar 20 tahu lebih cepat
daripada orang dengan normotensi. Sebagian mekanisme terlibat dalam proses
peningkatan tekanan darah yang mengkibatkan perubahan struktur di dalam
pembuluh darah, tetapi tekaan dalam beberpa cara terlibat langusng. Akibatnya,
lebih tinggi tekanan darah, lebih besar jumlah kerusakan vaskular.
E.
Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Penyakit Jantung Koroner
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas dan istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur
(mungkin di dapatkan Tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat atau pada
saat beraktivitas).
b.
Sirkulasi
Mempunyai riwayat IMA, Penyakit
jantung koroner, CHF, Tekanan darah tinggi, diabetes melitus.
Tekanan darah mungkin normal atau
meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time,
disritmia.
Suara jantung, suara jantung
tambahan S3 atau S4 mungkin mencerminkan terjadinya
kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan kontraktilitasnya.
Murmur jika ada merupakan akibat
dari insufisensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi.
Heart rate mungkin meningkat atau
menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jnatung mungkin ireguler
atau juga normal.
Edema: Jugular vena distension,
odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung.
Warna kulit mungkin pucat baik di
bibir dan di kuku.
c.
Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
d.
Nutrisi
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor
kulit, berkeringat banyak, muntah dan perubahan berat badan.
e.
Hygiene perseorangan
Dispnea atau nyeri dada atau dada berdebar-debar
pada saat melakukan aktivitas.
f.
Neoru sensori
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
g.
Kenyamanan
Timbulnya nyeri dada yang
tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat atau dengan nitrogliserin.
Lokasi nyeri dada bagian depan
substerbnal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
Karakteristik nyeri dapat di
katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang pernah di alami. Sebagai akibat
nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah yang menyeringai, perubahan pustur
tubuh, menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan
darah, respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran.
h.
Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa
aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok dengan penyakit pernafasan kronis.
Pada pemeriksaan mungkin di dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau
cyanosis, suara nafas crakcles atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih
atau juga merah muda/ pink tinged.
i.
Interaksi sosial
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor,
emosi yang tak terkontrol.
j.
Pengetahuan
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita
penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
k.
Studi diagnostik
ECG menunjukan: adanya S-T elevasi yang merupakan tanda dri iskemi,
gelombang T inversi atau hilang yang merupakan tanda dari injuri, dan gelombang
Q yang mencerminkan adanya nekrosis.
Enzym dan isoenzym pada jantung:
CPK-MB meningkat dalam 4-12 jam, dan mencapai puncak pada 24 jam.
Peningkatan SGOT dalam 6-12 jam dan mencapai puncak pada 36 jam.
Elektrolit: ketidakseimbangan yang memungkinkan terjadinya
penurunan konduksi jantung dan kontraktilitas jantung seperti hipo atau
hiperkalemia.
Whole blood cell: leukositosis mungkin timbul pada keesokan hari
setelah serangan.
Analisa gas darah: Menunjukan terjadinya hipoksia atau proses
penyakit paru yang kronis ata akut.
Kolesterol atau trigliseid: mungkin mengalami peningkatan yang
mengakibatkan terjadinya arteriosklerosis.
Chest X ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau
aneurisma ventrikiler.
Echocardiogram: Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi
atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
Exercise stress test:
Menunjukan kemampuan jantung beradaptasi terhadap suatu stress/
aktivitas.
2.
Diagnosa keperawatan dan rencana tindakan
a.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan iskemia
jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri
dada, menunjukan adanya penuruna tekanan dan cara berelaksasi.
Rencana:
1.
Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.
2.
Monitor tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi,
kesadaran).
3.
Anjurkan pada pasien agar segera melaporkan bila
terjadi nyeri dada.
4.
Ciptakn suasana lingkungan yangtenang dan nyaman.
5.
Ajarkan dan anjurkan pada pasien untuk melakukan tehnik
relaksasi.
6.
Kolaborasi dalam : Pemberian oksigen dan Obat-obatan (beta
blocker, anti angina, analgesic)
7.
Ukur tanda vital sebelum dan sesudah dilakukan
pengobatan dengan narkosa.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jaringan yang nekrotik dan iskemi
pada miokard.
Tujuan: setelah di lakukan tindakan perawatan klien menunnjukan
peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama
dalam batas normal) tidak adanya angina.
Rencana:
1.
Catat irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum,
selama dan sesudah melakukan aktivitas.
2.
Anjurkan pada pasien agar lebih banyak beristirahat
terlebih dahulu.
3.
Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air
besar.
4.
Jelaskan pada pasien tentang tahap- tahap aktivitas
yang boleh dilakukan oleh pasien.
5.
Tunjukan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa
aktivitas melebihi batas.
c.
Resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan
dengan perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunya preload atau
peningkatan SVR, miocardial infark.
Tujuan: tidak terjadi penurunan cardiac output selama di lakukan
tindakan keperawatan.
Rencana:
1.
Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua
lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan).
2.
Kaji kualitas nadi.
3.
Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4.
4.
Auskultasi suara nafas.
5.
Dampingi pasien pada saat melakukan aktivitas.
6.
Sajikan makanan yang mudah di cerna dan kurangi
konsumsi kafeine.
7.
Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto thorax,
pemberian obat-obatan anti disritmia.
d.
Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan
berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia.
Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi
penurunan perfusi jaringan.
Rencana:
1.
Kaji adanya perubahan kesadaran.
2.
Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan
penurunan kualitas nadi perifer.
3.
Kaji adanya tanda Homans (pain in calf on dorsoflextion), erythema, edema.
4.
Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernafasan).
5.
Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal
distensi, constipasi).
6.
Monitor intake dan out put.
7.
Kolaborasi dalam: Pemeriksaan ABG, BUN, Serum ceratinin
dan elektrolit.
e.
Resiko terjadinya ketidakseimbangan cairan excess
berhubungan dengan penurunan perfusi organ (renal), peningkatan retensi
natrium, penurunan plasma protein.
Tujuan: tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama
dalam perawatan.
Rencana:
1.
Auskultasi suar nafas (kaji adanya crackless).
2.
Kaji adanya jugular
vein distension, peningkatan terjadinya edema.
3.
Ukur intake dan output (balance cairan).
4.
Kaji berat badan setiap hari.
5.
Najurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan
maksimal 2000 cc/24 jam.
6.
Sajikan makan dengan diet rendah garam.
7.
Kolaborasi dalam pemberian deuritika.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C
long. (1996). Perawatan Medical Bedah. Pajajaran Bandung.
Carpenito J.L. (1997). Nursing Diagnosis. J.B Lippincott. Philadelpia.
Carpenito
J.L. (1998.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8 EGC. Jakarta .
Doengoes,
Marylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3
EGC. Jakarta .
Hudack &
Galo. (1996). Perawatan Kritis.
Pendekatan Holistik. Edisi VI, volume I EGC. Jakarta .
Junadi,
Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran. Media
aesculapius Universitas Indonesia .
Jakarta .
Kaplan, Norman
M. (1991). Pencegahan Penyakit Jantung Koroner. EGC Jakarta .
Lewis T.
(1993). Disease of The Heart. Macmillan. New York .
Marini L. Paul. (1991). ICU Book. Lea & Febriger. Philadelpia.
Morris D. C.
et.al, The Recognation and treatment of Myocardial Infarction and
It’sComplication.
Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan. (1993). Proses Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Krdiovaskuler. Departemen Kesehatan. Jakarta .
Tabrani. (1998). Agenda
Gawat Darurat. Pembina Ilmu. Bandung .
(1994). Pedoman
Diagnosis Dan Terapi Ilmu Penyakit Jantung. Fakultas Kedokteran Unair &
RSUD dr Soetomo Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar